Perbedaan Akses Perlu Direspon dengan Skema Insentif

05-01-2018 / KOMISI IX
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati. (Foto : dok/andri)

 

Penderita penyakit katastropik tersebar merata di seluruh Tanah Air. Namun, fasilitas kesehatan yang mampu mengobati penyakit katastropik masih terbatas di kota-kota besar saja. Padahal,  sifat pembiayaan program JKN-KIS terhadap penyakit katastropik tidak terbatas, dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan, terutama pada peserta yang tinggal di daerah yang tak punya fasilitas kesehatan lengkap dan memadai.

 

Ketiadaan RS yang mampu melayani penyakit katastropik itu membuat pasien penyakit katastropik di daerah harus dirujuk ke daerah lain. Masalahnya, terhadap mereka, BPJS Kesehatan hanya membayar biaya perawatan RS. Biaya transportasi dan akomodasi harus ditanggung pasien atau keluarga pasien. Dengan kondisi geografis sulit biaya transportasi dan akomodasi itu tak murah.

 

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan disparitas supply side memang potensial menimbulkan ketimpangan dalam akses Faskes antar kota dan desa. Untuk itu Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan perlu memikirkan skema kompensasi.

 

“Misalnya pengiriman tenaga, mobile clinic, atau uang tunai untuk pengganti transportasi dan biaya kesulitan akses. Perbedaan akses perlu direspon dengan skema insentif agar hak-hak peserta tetap terjamin,” ungkap Okky melalui pesan singkat kepada Parlementaria, Jakrta, Jumat (8/01/2018).

 

Lebih lanjut, Okky mengatakan perlu dilakukan peningkatan Fasilitas Kesehatan rujukan regional dan provinsi. "Yang tidak kalah pentingnya yaitu jenis dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) kesehatan, pemerataan kapasitas manajeman RS, peningkatan sarana/prasarana dan alat kesehatan rujukan sesuai standard, integrasi data dan sistem informasi di pusat, daerah, dan RS, serta sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan daerah,"tambahnya. 

 

Sebagaimana diiketahui, sebaran rumah sakit yang mampu mengobati penyakit katastropik belum merata, saat ini, dari 2.785 rumah sakit (RS) yang ada, hanya 71 RS Kelas A dan 397 RS Kelas B. RS kelas A mampu memberikan pelayanan hingga tingkat subspesialis, sedangkan RS kelas B bisa memberikan layanan spesialis lebih memadai. (ria,mp)

 
BERITA TERKAIT
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...
Komisi IX Tegaskan Pentingnya Penyimpanan Memadai di Dapur MBG
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai bahwa tidak semua dapur Makan Bergizi Gratis (MBG)...